TANBIHUN ONLINE
Rabu, 29 Oktober 2014
Minggu, 26 April 2009
Kritik dan Pujian
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.
Surat Fushilat ayat 34 dan 35
Yang perlu kita perhatikan :
- Jangan sekali-kali kita tertipu oleh perasaan sendiri, karena pujian orang lain. sebab itu adalah racun. kebanyakan para pemuja itu hanya bohong semata, bahkan tak jarang dengan maksud tertentu agar kita mudah diperdaya atau ditipu.
- Jangan menjadi pendusta dengan cara menyembunyikan maksud buruk dibalik kata pujian, sebab ini akan membawa kepada kegemaran berkata dusta.
- Jika kita menemukan orang yang suka berterus terang,berani mengkritik kita,maka dialah teman yang sebenarnya,sbb teman sejati tidak akan rela sahabatnya terjerembab kejurang kesalahan,maka dekatilah dia.
- Kalau kita menemukan kesalahan pada diri orang lain,maka nasihatilah dengan bijak dan santun, jangan sekali-kali menggunakan kata kotor, sbb itu akan menyakiti hatinya.
Buku Operasional Manusia (BOM)
Kalau mengoperasikan hand phone (HP) saja butuh buku panduan, buku petunjuk operasional, apalagi menjalankan manusia, tentu lebih rumit buku panduannya. Jamaah Rabonan dengan telaten dalam setiap minggunya membuka buku panduan operasional manusia. Ketika manusia akan beribadah seperti shalat, puasa, jumatan, dll, maka butuh buku petunjuk operasional ibadah yang bernama kitab Riayat al-Himmat yang dikaji setiap malam rabonan.
"Manusia di dunia ini tidak hanya beribadah. Dia juga bermuamalah dan berekspresi dalam setiap harinya" ketua Rabonan Amrullah membuka pembicaraan.
Teman kita Muayis, yang juga alumni Ponpes Baiturrahman Jakarta menyahuti lontaran Aam, -panggilan akrab Amrullah-, "Ya...Am. kita lihat saja kelakuan adik-adik kita. Sekarang ini jamannya sudah berubah, kuwalik walik. Kalau dulu kita ditegur Ustadz, langsung diam menghormat, sekarang malah menyahuti lontaran itu, bahkan meledek. Sudah pada Ketuaan Obong." Lontar teman kita yang selalu bahagia ini. Kemudian ia menyambung lontarannya dengan ide, "Bagaimana kalau pengajiannya juga diisi dengan pengajian akhlak, biar generasi remaja tahu tentang tata krama, sopan santun, dan tahu akhlak yang mahmudah juga madzmumah." Jelasnya dengan mulut tersenyum menganga.
Semua wajah teman-teman seakan ingin mengiyakan pendapatnya Sang Murah Senyum ini. Tetapi mereka hanya terdiam sesaat, kemudian ikut tersenyum. "Baik juga sih...Yis, tapi aku selalu ingat pesan sesepuh-sesepuh untuk mengisi pengajian Rabonan dengan kitab Tarajumah dengan tujuan untuk menghidup-hidupi ajaran Syaikhina KH. Ahmad Rifa'i." jawab Ketua Rabonan, yang juga alumni Pondok Pesantren APIK Kaliwungu Kendal ini. Kemudian mulut Husnik juga gatel ingin urun rembug, "Coba dicari apakah kitab karangan KH. Ahmad Rifa'I ada yang membahas tentang akhlak, atau tidak." Aam menjawab dengan datar, "ada. Yaitu akhlak terpuji (pinuji) dan tercela (cinelo) itu. Truss...macam-macam dosa kufur, gede, dan cilik itu."
"terutama hal-hal yang kaitannya dengan Tasawuf, karena tasawufnya KH. Ahmad Rifa'I itu kan Tasawuf Akhlaki.jadi tasawuf yang berorientasi pada pembangunan akhlak mulia. Dengan menata hati dan cara pandang " Terang Slamet dengan nada semangat. Agaknya dari tadi Slamet seakan ngempet apa yang telah dia angankan dari tadi.
"ya...enaknya gimana, teman-teman."
Jarum jam dinding sudah menunjukkan waktu setengah sebelas malam, pertanda bahwa kita sudah berjam-jam bercengkrama selepas melakukan acara rutin Rabonan. Rabonan malam ini ditempatkan di rumahnya Husnik, depan masjid al-Istiqomah Paesan. Husnik kategori manusia yang selalu menghiasi wajahnya dengan senyuman yang bukan senyum gombal.
Seharian, desa ini diguyur hujan. Langit juga belum begitu cerah. Bintang gemintang hanya sesekali memperlihatkan wajahnya, kemudian ngumpet lagi dibalik deretan awan yang berarak. Awan-awan tebal itu laksana deretan kapas raksasa yang berhamburan di bawah kolong langit. Wan-awan itu ditelan kegelapan malam. Herannya awan ku lihat tak punya roda, apalagi kaki, tetapi jalannya begitu cepat mengikuti arah mata angin meluncur. Hari ini, adalah hari kebahagiaan bagi kita semua, karena masih dipertemukan oleh Allah dalam kebahagiaan, kebersamaan, dan kenikmatan yang bisa direnggut bersama, setelah beberapa di antara kita menderita sakit yang lumayan berhari-hari. Alhamdulillah.
Teman-teman masih saja kelihatan antusias untuk meneruskan perbincangan tentang jamaah rabonan. Sambil sesekali menghisap rokok filter, dan menyeruput segelas teh. Mereka melontarkan ide-ide segar "Lha gimana enaknya, teman-teman? Apakah akan diadakan pengajian yang berkaitan dengan akhlak? Trus.. kitabnya apa? Dan kira-kira siapa pengampunya?" Tegas Aam, yang berujung menanyakan keberadaan Ustadz yang mau meluangkan waktu tiap dua minggu sekali dan mampu mengisi materi yang audiennya terdiri dari remaja.
Teman-teman mulai menawarkan. "bagaimana kalau Ustaz Rozali." Usul Muayiz dengan lantang. Bahkan sampai ada teman kita yang mengabsen satu demi satu, ustaz-ustaz yang masih bersemayam di Paesan, dan mempertimbangkan apakah mereka mau untuk nyemplung dalam alam jamaah Rabonan.
"Kita telah kehilangan banyak Ustadz, karena bersebaran di mana-mana, hijrah ke rumah mertua masing-masing." Sela teman kita yang meriah dalam berbicara, manis dalam senyum, dan memikat dalam ekspresi ini. Siapa lagi kalau bukan Muayiz.
.........bersambung
Oleh, Ahmad Saifullah
Pengajian Rebonan
Malam itu udara begitu dingin menusuk tulang ku. Kadang tubuh ini menggigil karena terpaan udara bercampur air. Hujan rintik-rintik mengguyur perkampungan Paesan. Pintu-pintu rumah mulai tertutup rapat, walaupun sayup-sayup masih terdengar alunan suara orang ngaji dari balik-balik pintu. Tidak seperti perkampungan lainnya yang setiap rumah wajib ada TV, dan biasanya jam-jam segini mereka masih menikmati acara sinetron. Di Paesan TV masih jarang. Karena doktrin dari dulu TV bagi kalangan Rifaiyah haram, karena banyak madlaratnya dibanding manfaatnya.
Malam yang terasa senyap itu tidak menghanyutkan remaja Paesan. Mereka tetap mengingat bahwa malam ini adalah malam Rabu. Sudah menjadi klangenan bertahun-tahun, kalau setiap malam rabu, pemuda dan remaja Paesan berkumpul di salah satu rumah warga untuk membacakan biografi Kanjeng Nabi Muhammad. Selain itu, juga dibacakan pujian-pujian kepada Nabi SAW dan sebagai acara terakhir adalah Tausiah dari salah seorang Ustadz di kampung kami.
Dari balik-balik keremangan malam, segerombolan pemuda dan remaja berbondong-bondong menuju salah satu rumah yang akan ditempati untuk ritual Rabonan. Gelak tawa terdengar menghiasi perbincangan mereka sepanjang jalan. Ada rasa akrab diantara mereka, yang tak tergantikan oleh apapun. Nuansa akrab ini sudah menjadi hiasan sehari-hari yang kadang ngangeni. Inilah wajah-wajah yang selalu mengingat dan mengharap syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Dengan kita membaca shalawat, tentunya Nabi akan mendengar dan akan membalas doa-doa umatnya. Diantara penyangga keselamatan perkampungan Paesan juga menurutku karena shalawat yang setiap saat dibaca secara berjamaah. Sukma Rasulullah akan selalu hadir mendampingi acara-acara seperti pada malam hari ini.
Saat memasuki rumah Sahibul Hajjat, kita akan bersalaman dengan teman-teman yang sudah hadir duluan satu-persatu. Senyum selalu menjuntai dari wajah-wajah tak berdosa itu. Aku merasakan, bahwa inilah silaturahim yang sesungguhnya, karena kita saling menjalin kasih sayang sesama. Sebagaimana asal kata silaturahim: rahim berasal dari akar kata rahima yang berarti belas kasihan. Juga bisa dikatakan satu kata dengan Rahim dalam pengertian Rahim ibu. Kita semua semasa janin bersemayam di dalam rahim, dalam kasih sayang yang sejati. Maka sebagai manusia yang berasal dari kasih sayang, maka wajar apabila kita saling mengasihi. Dalam malam rabonan ini kita saling mengasihi dan mencintai. Buktinya kita semua mau berkorban tenaga, pikiran, uang untuk hadir dalam setiap malam rabu. Dasar dari cinta adalah pengorbanan. Kalau kita berani susah-susah membuat lelucon untuk membahagiakan hati teman-teman kita, berarti kita dikaruniai kasih sayang oleh Allah.
Pujian-pujian yang dibaca melalui kitab Barzanji mulai dilantunkan dengan cengkok yang empuk. Memang disini banyak teman-teman yang berbakat dalam berbagai bidang. Diantara mereka ada yang sudah menjuarai qiraat dari tingkat Kecamatan sampai Provinsi. Ada yang berbakat membuat lelucon-lelucon, ada yang diberi kelebihan oleh Allah mempunyai mental ndableg. Itu semua adalah kelebihan yang apabila dikelola akan menjadi potensi bagi generasi mendatang.
Menyalami semua orang yang ada di majlis menjadi ritual pembuka kita bergabung dengan jamaah rebonan. Berjabat salam ini juga dilakukan dalam setiap kesempatan. Misalnya pas kita ketemu teman kita, sebagai pembuka biasanya kita bersalaman sambil berujar Wilujeng atau menanyakan kabar kesehatan diri dan keluarganya. Ada nuansa saling memperhatikan dalam salaman. Bersalaman dianjurkan oleh Rasulullah agar kita menatap wajah orang yang disalami, karena kita akan tahu keadaan batin seseorang dengan melihat raut wajahnya. Kalau ia pucat pasi, maka kita akan menanyakan "sampeyan sakit pho, sejak kapan?" terus akan berlanjut pada perbincangan penyakit, informasi obat, dan cara pengobatannya, dll. Kalau wajahnya sumpringah kita akan menanyakan "wah...bar entuk nomer ke...ketoro ngguya-ngguyu." Atau model canda yang menggoda lainnya. Apa yang akan menjadi bahan perbincangan kita dengan orang yang kita salami, bisa berangkat dari melihat peraupannya.
Selain salam persahabatan, juga kita biasa melihat salaman yang sampai mencium tangan orang yang disalami. Dalam beberapa kasus sampai mencium bolak-balik tangan. Salaman model ini dinamakan salaman ta'dzim. Atau ekspresi salaman yang didasari rasa hormat kepada orang yang disalami. Atau ada nuansa harapan ngalap berkah lewat orang tersebut. Salaman hormat biasa dilakukan oleh santri kepada gurunya, anak kepada orang tuanya; Orang ajam kepada Habaib........bersambung
Oleh : Ahmad Saifullah
Pengajian Malam Jum’at Kliwon
Pengajian Malam Jum’at Kliwon
Tanggal: 5 Februari 2009
Tempat: Ndalem Griya Lek Isra- Paesan - Kd. wuni - Pekalongan
Mulai jam: 21.10. WIB
Hadirin: Mustajirin, Ainun Rofiq, Nur Khamim Isra, Abdullah, Amir Baihaqi, Muhammad Ghafar, Razaq, Furqon, Roqib, Simul, Rois, Hasan, Husein, Ahmad Saifullah
Malam ini malam Jum'at Kliwon. Kulantunkan suara ringtone hape Mak lampir untuk menakuti adik-adikku yang pada waktu itu sudah bersiap berangkat ke Tajuk Pusaka untuk acara rutin Barzanjian. Waktu aku mengikuti adik-adikku untuk menjemput teman-teman mereka ke utara, aku di sapa Odin, "he Kang kok suwe ora katok."
Aku sekenanya menjawab, "biasa...ngilang, wong punya aji panglimunan." Setelah itu aku meralat "ooo dolan ning Jogja."
Waktu itu Odin sudah mengenakan helm, sepertinya segera bergegas melancong dengan temannya entah kemana. Sebelum pergi, ia memberi tahu bahwa pengajian malam sabtunan yang biasa diadakan dua minggu sekali, jadwalnya di majukan pada malam Jum'at Kliwon, karena malam sabtunya ada acara malam manaqiban Syaikh Abdul Qodir Jailani. Menghindari bentrok waktu dua acara, pengajian malam sabtu diajukan menjadi pengajian malam Jum'at. Ya syukurlah kalau bisa maju jangan mundur, seperti beberapa bulan yang lalu.
"Ya, aku nanti ikut, tapi aku ikut barzanjian dulu." Kalimat itu sekaligus menutup perbincanganku dengan pemuda murah senyum itu.
Acara barzanjian Tarbiyatul Athfal (TARAT) selesai pada jam setengan sembilan. Tidak seperti biasanya, acaranya dimulai agak lambat, sampai Ust Hidayatullah yang dijadwalkan mengisi Tausiah, tidak jadi mengisi, diganti dengan pengumuman pemenang qiraat, shalawat, dan pidato, kemudian disusul pengumuman penugasan pada minggu mendatang, dan diakhiri dengan doa. Ajang kompetisi ini, menurut Madani Dzil Fikri sebagai pancingan untuk adik-adik supaya benar-benar belajar ketika diberi tugas. Minimal, kalau dia ditugasi untuk berpidato, harus membawa teks sendiri; kalau ditugasi qiraat, minimal memakai lagu, tidak seperti orang membaca, bahkan ada yang hanya ngrendem. Sering adik-adik yang ditugasi pidato hanya "ngadang batang" teks pidato temannya atau teks yang sudah dituliskan oleh para pembina.
Setelah ditutup dengan doa, acara bubar. Mereka membawa sekeping koya dan permen yang menjadi "tombo lambe". Aku bergegas pulang untuk mengambil buku dan kitab Riayatal Himmah Awwal untuk sangu mengikuti pengajian Sabtunan di rumahnya Lek Isro. Acara dimulai dengan dibacakannya Tahlil oleh Roqib disusul shalawat Nariyah, lantunan doa dan wasilah. Aku mengira, teman-teman dalam pengajian ini mayoritas alumni Madrasah Salafiyah Simbangkulon. Karena ijasah yang paling masyhur dikalangan alumni dan siswa Madrasah Ngipek adalah ijazah shalawat nariyah. Jadi teringat masa-masa dulu waktu aku mengenyam bangku Madrasah. Setelah pembacaan Nariyah selesai, terus dilanjutkan dengan pengajian yang disampaikan oleh Ustadz Mustajirin.
Malam ini tidak hujan, walaupun langit berhias gumpalan mendung yang siap jadi hujan. Mungkin hujannya sudah ditumpahkan siang hari dan hari-hari kemarin yang hampir seharian ditimpa hujan. Bumi menjadi basah dan tetumbuhan mulai berkembang menghijau tanda hujan membawa keberkahan bagi manusia. Aku bersyukur malam ini tidak ditangisi langit, karena pengajian bisa absen, kalau sekiranya hujan mulai membuncah.
Aku harus mencatat apa yang disampaikan Ustadz Mustajirin. Karena catatan bisa mengingatkanku ketika aku lupa. Padahal aku banyak lupa daripada ingatnya. Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah juga pernah berujar bahwa menuliskan ilmu itu sama halnya kita menyancang binatang ternak. Misalnya kambing adalah ilmunya, maka tali yang mengait leher kambing adalah tulisan. Jadi kambing yang baru saja di dapat dari pasar bisa langsung dicancang sehingga tidak lepas dan hilang.
Ustadz Mustajirin memulai membaca kitab Takhyirah. Kitab ini menerangkan tentang keimanan, maksiat, tobat, ibadah dan faidahnya dan masih banyak lagi. Memasuki muqodimah saja aku sudah kewalahan untuk mencatat apa yang disampaikan Ustadz yang tidak merokok ini. Materinya juga luas. Tanda kedalaman ilmunya menukik. Kadang lompatannya begitu mencengangkan: dari pembahasan Tauhid langsung bisa melompat tinggi ke maqom wahdat al-wujud, terus tiba-tiba menyusuri relung-relung kisah Nabi dan para sahabat sebagai pelengkap keterangan. Dan tidak lupa bergegas mendalami Tasawuf akhlaq. Beliau berangkat dari makna hekakat yang diutarakan dalam Muqodimah kitab Tarajumah itu: bahwa hakekat hidayah itu datangnya dari Allah, manusia tidak bisa memberikan petunjuk, hanya sebatas ikhtiar dan berusaha untuk mengajak (dakwah). Kemudian ia berujar bahwa mayoritas Muqodimah yang terdapat dalam kitab-kitab terdiri dari memuji Allah (al-Hamdulillah); Shalawat kepada Nabi, keluarga dan sahabatnya.
oleh : Ahmad Saifullah
Segala sesuatu itu tergantung pada maksudnya
Oleh. Ahmad Saifullah
الامور بمقاصدها
"Segala sesuatu itu tergantung pada maksudnya."
Contoh:
Dikalangan Rifaiyah masih seringkali terdengar pelarangan terhadap gambar. Dengan ketentuan bahwa gambar itu menyerupai makhluknya Allah yang bernyawa. Maka apabila kedapatan gambar gunung, pepohonan tidak termasuk dalam larangan ini. Hal tersebut menurut penulis adalah rancu. Pertama apakah benar yang dimaksud makhluk bernyawa itu cuma hewan dan manusia. Padahal secara biologis dapat ditandai bahwa gerak semua makhluk Allah itu merupakan bukti bahwa ia mempunyai nyawa. Tumbuhan yang berbuah, mengeluarkan daun, akarnya menembus tanah mustahil apabila ia tidak bernyawa. Al-Quran sendiri pernah menyatakan, tentang tanggapan ketidaksanggupan gunung untuk menerima tawaran menjadi khalifah fi al-ardli. Pepohonan, dan beberapa makhluk lain juga menolak tawaran tadi. Itu semua menurut penulis adalah bukti bahwa mereka mempunyai nyawa. Wong bisa diajak komunikasi, ya... tentunya punya nyawa. Maka kalau alasannya adalah gambar tidak bernyawa, kira-kira kita harus lebih dulu mendata apa dan siapa yang bernyawa dan tidak. Apa pengetahuan kita mampu. Mustahilkan?
Selanjutnya gambar sering diharamkan keberadaannya, padahal menurut penulis tidak semua gambar itu munkar. Gambar juga bisa berarti sebagai perantara silaturahmi manusia. Misalnya saja ada orang tua dan anaknya berpisah sampai puluhan tahun. Suatu ketika ada suruhan orang tua untuk menemui anaknya di pulau seberang. Kira-kira sang anak kangen tidak dengan kabar orang tuanya, pasti sang anak akan menggebu-gebu menanyakan perihal orang tuanya. lebih-lebih ketika orang tersebut membawa beberapa lembar foto. Bagaimana perasaan si anak, apakah ia merasa sangat kangen, tentunya kalau secara psikologis anak itu normal, ia akan segera mengambil foto, maka ia akan segera mengetahui sebagian kabar. Maksudnya untuk mengetahui perangai apakan sudah tua atau belum, apakah sakit atau tidak, apakah organ tubuhnya masih lengkap, atau jangan-jangan udah buntung. Dll. Dalam konteks diatas, foto berkedudukan sebagai alat silaturahmi layaknya HP, Internet, dll.
Anda semua pernah tho... merasa kangen terhadap seseorang yang berada jauh dari persemayamanmu. Apa yang kau lakukan. Biasanya kalau kamu menyimpan foto, maka akan segera mengambil dan memandanginya, bahkan kadang menciuminya. Bagaimana tidak bisa dikatakan sebagai alat silaturahmi, kalau foto sendiri merupakan penawar kangen, sedangkan kangen merupakan organ dari kasih sayang (cinta). Silaturahmi itu kan jalinan kasih sayang sesama muslim, sesama orang beriman, dan sesama makhluk. Anda semua bisa telusuri kata dasar dari rahmi yang berarti kasih sayang. Dan silaturahim adalah jalinan kasih sayang. Kalau anda tidak percaya bahwa foto adalah perantara silaturahmi, tolong bawakan foto bapakmu, kasihkan padaku, terus aku akan menginjak-injak foto itu. Bagaimana perasaanmu, jengkelkan? Anda mungkin dengan reflek akan menerjangku. Itulah perasaan cinta kalian semua kepada orang tua kalian. Dan foto mewakili kehadiran orang tua yang sesungguhnya.
Maka sangat jelas apabila siapapun memotret (al-umuru) seseorang dengan tujuan menjalin silaturahmi (maqashidiha), maka bagi penulis adalah halal dan sah. Maksud lain dari pengambilan gambar adalah silaturahmi dalam pengertian menyambung setiap generasi. Generasi sekarang tidak akan mempunyai gambaran tentang siapa kakek, guru-gurunya, dll. Karena tidak ada perantara foto yang bisa bercerita tentang rentang masa generasi sebelumnya. Foto juga dijadikan data untuk menyusun kurikulum sekolahan Rifaiyah (kerifaiyahan), penyusunan skripsi, tesis, disertasi. Karena tanpa foto kevalidan datanya akan selalu ditanyakan oleh penguji. Berarti foto mempunyai satu nilai penting lagi, yaitu menjadi perantara syiar ajaran KH. Ahmad Rifai, karena ajaran-ajaran beliau dikupas secara ilmiah di berbagai pergutuan tinggi, kemudian dipublikasi dalam bentuk buku. Lha saya takutnya, kalau orang-orang yang melarang foto itu dikatakan telah memotong tali silaturahmi (qoth'u rokhimin), dan memotong syiar ajaran KH. Ahmad RIfai, karena telah melarang keberadaan perantara silaturahmi (foto). Kan jadi berabe.
Qoidah diatas menurut penulis berkaitan erat dengan Hadist Nabi yang mengutarakan perihal niat. Hadist ini sangat masyhur, karena termasuk dalam kategori hadist 40 yang dianjurkan untuk dihafal bagi setiap muslim-muslimah. Bahkan beberapa kitab hadis memasang hadis niat ini diurutan awal.
(إنما الأعمال بالنية، وإنما لامرئ ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله، فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها، أو امرأة يتزوجها، فهجرته إلى ما هاجر إليه).
"Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap perkara, tergantung pada apa yang diniatkannya. Apabila hijrahnya (sahabat) bertujuan untuk Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasulnya, dan apabila hijrahnya untuk dunia, maka ia akan mendapatkan apa yang ditujunya, dan apabila hijrahnya karena wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya untuk apa yang dituju."
Syarat-syarat Berzikir
Salah satu syarat yang harus disediakan seseorang untuk berzikir ialah berada di dalam keadaan berwudlu; basuh dan bersihkan tubuh badan dan sucikan hati. Pada peringkat permulaan, supaya zikir itu berkesan, perlulah disebut kuat-kuat akan perkataan dan ayat yang dijadikan zikir – kalimah tauhid, sifat-sifat Allah. Bila perkataan tersebut diucapkan usahakan agar kamu berada di dalam kesadaran (tidak lalai). Dengan cara ini hati mendengar ucapan zikir dan diterangi oleh apa yang dizikirkan. Ia menerima tenaga dan menjadi hidup – bukan saja hidup di dunia ini bahkan juga hidup abadi di akhirat.
“Mereka tidak akan merasa padanya kematian, hanya kematian pertama, dan Dia pelihara mereka daripada azab jahanam”. (Surah Dukhaan, ayat 56).
Nabi s.a.w menceritakan bahawa keadaan orang mukmin yang mencapai Allah yang maha hak melalui zikir, “Orang mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada kehidupan abadi”. Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam dunia. Nabi s.a.w bersabda, “Nabi-nabi dan orang-orang yang hampir dengan Allah terus beribadat di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka”. Ibadat yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri rohani kepada Allah bukan sholat yang lima waktu sehari. Tawaduk yang di dalam diri, dengan diam, adalah nilai utama yang menunjukkan iman yang sejati.
Makrifat tidak dicapai oleh manusia dengan usaha tetapi ia adalah anugerah dari Allah. Setelah dinaikkan kepada makam tersebut orang arif menjadi akrab dengan rahasia-rahasia Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya dan jika hati yang sadar itu bersedia menerima yang hak. Nabi s.a.w bersabda, “Mataku tidur tetapi hatiku jaga”.
Pentingnya memperolehi makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi s.a.w, “Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua orang malaikat sebagai guru yang mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat”. Dua orang malaikat di sini menunjukkan roh Nabi Muhammad s.a.w dan cahaya cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan hajat selanjutnya diceritakan oleh Nabi s.a.w, “Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih di dalam kejahilam tetapi mereka bangkit daripada kubur pada hari pembalasan sebagai orang arif. Ramai ahli ilmu dibangkitkan pada hari itu dalam keadaan rusak akhlak hilang segalanya dan jahil keseluruhannya”. Mereka adalah orang-orang yang bermegah dengan ilmu mereka, yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi dan berbuat dosa. Mereka diberi amaran:
“Dan (ingatkanlah mereka) hari yang akan dibawa orang-orang kafir ke neraka (dan dikata), ‘Kami telah habiskan bahagian kamu yang baik di dalam penghidupan dunia. Dan kamu telah bersuka-sukaan dengannya. Maka pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang keji lantaran kamu pernah berlaku sombong di dunia secara tidak benar dan lantaran kamu telah melewati batas”. (Surah Ahqaaf, ayat 20).
Nabi s.a.w bersabda, “Setiap amal bergantung pada niat. Niat dan tujuan orang beriman lebih baik dan bernilai pada pandangan Allah daripada amalannya. Niat orang yang tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata dengan amalannya”. Niat adalah asas amalan. Nabi s.a.w, “Adalah baik membina kerja kebajikan di atas tapak yang baik, dan dosa adalah perbuatan yang dibina di atas tapak yang jahat”.
“Barangsiapa hendak ke taman akhirat Kami tambah untuknya pada ke tamannya, dan barangsiapa mahu ke taman dunia Kami akan beri kepadanya sebahagian daripadanya, tetapi tidak ada baginya bahagian akhirat”. (Surah Syura, ayat 20).
Cara terbaik ialah mencari guru kerohanian yang akan membawa hati kamu hidup. Ini akan menyelamatkan kamu di akhirat. Ini adalah penting; ia mesti dilakukan segera ketika masih hidup. Dunia ini kebun akhirat. Orang yang tidak menanam di sini tidak boleh menuai di sana. Jadi, bercocok tanamlah di dalam dunia ini dengan benih yang diperlukan untuk kesejahteraan hidup di sini dan juga di akhirat.( Di Nukilkan dari Sirrul Asror Li Syaikh Abdul Qodir Al Jilaniy )