Sabtu, 25 April 2009

Pernyataan KH Ahmad Rifa'i Kepada Penghulu

Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, suci dan bernilai ibadah. Oleh sebab itu, menjalankan pernikahan haruslah mengetahui tata cara serta syarat rukunnya terlebih dahulu, tanpanya maka pernikahan tersebut tidak sah,jika ternyata dalam prakteknya sesuai dengan ajaran Nabi ( syarat dan rukunnya terpenuhi ) maka pelaksanaan pernikahan tersebut hukumnya Haram yang dalam bahasa KH Ahmad Rifa'i disebut Haram Syuru'.Anehnya sang penghulu yang nota benenya adalah para Sarjana Syariahpun terkesan asal-asalan dalam menikahkannya terutama yang menyangkut masalah penetapan saksi yang disyaratkan Adil sebagaimana sabda Nabi :" La Nikaha Illa Bi waliyyin wa Syahidaiyil aadil ( tidak sah nikahnya kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil ). Dengan alasan harus menikahkan di banyak tempat, maka sang petugas inipun kadang tidak mengindahkan lagi aturan-aturan Hukum Islam. Padahal seorang ulama' kharismatik Abad XIX KH Ahmad Rifa'i telah menyampaikan kritiknya yang cukup tajam kepada para Qadhi atapun penghulu dalam Kitab Tabyiinal Ishlah, beliau berkata dengan sangat lantang."


Patut dadi ghalib tumiba ing haram           #    wong dadi qadhi nasaraken ing ngawam


nikahaken bebathalan salah paham            #    iku sabab amrih ing arto dawam


Cita-citane mung arto kang di hajat           #   nikahaken tan mikir pepek syarat


ketungkul kelawan dunyo luwih kahimmat #   ikulah lakune qadhi kang wus ngadat


Kritikan ini disampaikan beliau 1,5 Abad yang lalu, namun ternyata masih sangat relevan dengan kondisi zaman sekarang, yang kenyataannya para Qadhi (baca : Penghulu ) hanya mengejar uang dan amplop semata, tanpa mengindahkan hukum-hukum syar'i yang berlaku dan tak memperdulikan sama sekali apakah nikahnya sah ataukah bathal.


Di Negara Indonesia, praktek pernikahan menjadi ajang untuk memperkaya diri bagi sebagian orang, baik itu RT, RW maupun Penghulunya. Pungutan-pungutan liar yang terjadi membuat biaya pernikahan menjadi sangat mahal dan mencekik leher bagi golongan ekonomi lemah. Tarif yang dikenakan berkisar antara 500.000 hingga 1.000.000, dan itu harus dibayarkan di muka, kalau tidak maka sang penghulu tidak akan mau datang untuk menikahkannya. hal ini mendapat kecaman dengan sangat pedas dari Guru besar warga Rifaiyyah tersebut. bahkan beliau dengan sangat tegas mengatakan Haram mengambil upah aqad nikah yang dilakukan oleh para penghulu. Beliau berkata ." Wa yahrumu 'alal haakimi tholabul ujroti 'ala 'aqdinnikaahi, wa yajuzu qobuluhu min ghairi tholabin."( haram hukumnyaatas hakim, mengambil upah atas pelaksanaan aqad nikah, dan boleh menerimanya apabila tanpa meminta ).


Pernyataan beliau ini sangat jelas, bahwa HARAM meminta upah atau menentukan biaya pernikahan atau pasang tarif untuk pelaksanaan akad nikah, namun boleh menerimanya seandainya diberi tanpa harus memintanya. Sementara itu, jika sang hakim atau qadhi atau penghulu menetapkan biaya nikah yang telah jelas keharamannya maka ia telah jatuh ke dalam lubang kefasikan. nah, bagaimana mungkin sah nikahnya seseorang, bila yang menikahkan sendiri adalah orang fasiik..???? Berhati-hatilah



Wallahu A'lam

2 komentar:

  1. Saya pikir kita harus lebih arif dalam menghukumi seseorang, karena yang menikahkan seseorang itu bukan penghulu tapi walinya. Rasul bersabda : orang yang mencela seorang yang telah beriman adalah orang fasik. Jangan-jangan tuduhan itu kembali kepada orang yang menuduhnya.

    BalasHapus
  2. Menyampaikan hukum dengan mencela itu berbeda mas broo.Yang menikahkan memang walinya, itu sepakat. yang dibahas dalam artikel diatas adalah ketika wali nikah itu diwakilkan kepada hakim.lagi pula titik pembahasan diatas adalah keharaman meminta upah atau mennetukan tarif bagi si hakim/penghulu.

    BalasHapus